Minggu, 05 Mei 2013

Shah Suri dan India


BAB I
PENDAHULUAN
Asia selatan –sekarang India—adalah sebuah wilayah yang pernah diduduki oleh beberapa kerajaan islam. Kekuasaan isam terbesar ialah dinasti Mughal. Islam masuk di wilayah asia selatan ketika berada di bawah pimpinan al-Walid, khalifah Umayyah, Syam di bawah panglima perang Muhammad bin Qasim.[1] Kerajaan Mughal memiliki penguasa yang sangat besar dan mereka mencapai peuncak kejayaan islam pada masa khalifah Akbar d awal abad ke-16 M. Namun kebesaran itu tercoreng akibat pengaruh dari seorang penguasa “baru” yang bernama Shah Suri. Penguasaan yang memiliki otonomi sendiri membuat Mughal berada dalam masa transisi kekuasaan, sehingga dia mendirikan sebuah dinasti baru di wilayah utara yang bernama dinasti Suri.
Oleh karena itu, melalui pembhasan ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai masa transisi kekuasaan Mughal, mengapa hal tersebut terjadi? Bagaimana Shah Suri berotonomi di daelam daerah kekuasaan Mughal? Apa saja Pembaruan yang dialkukan oleh Sher Shah Suri?


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Masa Transisi Mughal
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai  ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530M),[2] salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15 M.[3]
Pemerintahan Zahiruddin Babur diwarnai dengan masa konsolidasi setelah menerima warisan kekuasaan pemerintahan masa sebelumnya. Pada masa pemerintahannya, dia meninggalkan dua persoalan besar yaitu; bangkitnya kerajaan-kerajaan non-islam untuk memberontak, dan munculnya penguasa muslim yang merasa tidak puas dengan pemerintahnnya dan enggan mengakui kekuasaan Zahiruddin Babaur di Afghanistan.[4] Oleh karena itu, berdiri sebuah wilayah otonomi baru yang merdeka di dalam kekuasaan Mughal dan tumbuh pasca pemerintahannya.
Zahiruddin Babur digantikan oleh anaknya, Humayun, yang mana pada saat itu terjadi kekacauan. Para tentara Mughal yang berasal dari Afghan, Iran, India, dan Turki, sudah tidak loyal terhadap penguasa, bahkan saudaranya sendiri, Kamran, melakukan pemberontakan demi mendapatkan wilayah kekuasaan, dan akhirnya berhasil mendapatkan wilayah Punjab dan Afghanistan.[5] Karena pemberontakan tersebut, muncul pemberontakan-pemberontakan lain yang berusaha menentang kekuasaan dinasti Mughal. Raja Afghanistan Sher Shah Suri berhasil merampas kekuasaan dari Humayun.[6] Pemerintahan Humayun berhenti –untuk sementara waktu—karena pasukannnya mengalami kekalahan dan hartanya habis diambil oleh Sher Shah. Oleh karena itu, pemerintahan Mughal mengalami transisi dan ke-vakum-an –sementara waktu—yang disebabkan kekuasaan otonomi independen dari Sher Shah yang berhasil menguasai India (1535-1545).[7]

B.     Kebijakan Sher Shah Suri
Setelah berhasil menguasai sebagian wilayah di Kesultanan Mughal, Sher Syah Suri memberikan pengaruh yang besar dalam masa transisi tersebut. Sher Shah Suri berhasil menreapkan kebijakan yang terlepas dari pengaruh Kesultanan Mughal. Sebagai penguasa yang independen, dia menanamkan great civilization dalam masayarakat india. Sher Shah dapat dengan mudah mengalahkan dan mengusirnya dari India,[8] karena tidak adanya dukungan yang kuat dari saudara-saudaranya. Setelah kemenangannnya yang gemilang 1539 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai sultan baru dengan mendirikan Dinasti Sur. Meskipun dinastinya hanya merupakan intervensi masa transisi sejarah India, akan tetapi mampu meninggalkan lembaran sejarah yang patut dicatat dengan tinta emas.
Pembaruan yang dilakukan oleh Sher Shah Suri bukanlah sebuah kesengajaan atau reflex dari penguasa, melainkan hasil dari pemikirannya yang berusaha membaca kecenderungan mentalitas masyarakat India yang asimilatif.[9] Peradaban asimilatif bangsa India dikarenakan banyaknya pengaruh-pengaruh yang muncul secara siklus, dari bangsa Arya dan Dravida, kemudian Hindu, dan Islam, yang menyebabkan heterogenitas masyarakat India. Banyaknya penguasa yang gagal dalam memahami budaya antara Hindu dan Islam yang ada di masyarakat memnyebabkan penerapan syari’at islam yang ketat dan formal, bahkan cenderung terhadap puritan yang kurang mengakomodir antara unsure local dan kepentingan rakyat.
Kondisi tersebut menyadarkan bagi Sher Shah suri untuk melakukan pembaruan. Dia mengeluarkan kebijakan yang berdasarakan pada prinsip-prinsip toleransi, dan ekslusif. Dia faham dengan mentalitas masyarakat India dan para penguasa Islam sebeleumnya yang masih bersifat kolot dan bertentangan. Karena pengalaman semasa mudanya, ketika melihat para pegawai ayahnya yang bersifat curang dalam pengaturan pajak, dan administrasi, sehingga dia menerapkan pembaruan pemerintahan.[10]
Perombakan besar-besaran terjadi di bawah penguasaan Sher Shah Suri. Dia mengawali dari pembaruan system pemerintahahn dengan desentralisasi kekuasaan demi mencapai pemerintahan yang baik. Dia melakukan persilangan pemerintahan yang mana memasukkan unsur-unsur atau system budaya Arab-Persia yang berlatarbelakang India.[11] Dia merombak beberapa system administrasi yang dibagi ke dalam beberapa wilayah diantaranya: wilayah Sarkar (distrik), Pargana (sub-divisi distrik), dan Panchayat (semacam RT),   Artinya, system pemerintahan otokrasi masih menjadi ruh utama dalam system pemerintahan, namun pemerintahan yang berada di bawah diberikan keleluasaan dalam bertindak sesuai dengan otonomi daerah masing-masing.
Di bidang militer, dia menerapakan kebijakan sentralisasi militer dalam mengatur pasukannya. Tentara terbagi atas beberapa divisi, dengan tentaranya disebut sebagai fauji dan pemimpinnya disebut sebagai faudjar.[12] Dia juga bekerja sama dengan Arid-e- Mamlik,[13]. Para tentara dan pegawainya langsung diberi gaji setelah selesai bertugas.
Di bidang perekonomian, belajar dari pengalamn ayahnya yang pernah menjadi salah seorang sarkar di Sahsaram, dia melihat sebuah tindakan yang tidak adil bagi rakyat dan melemceng dari prinsip-prinsip keadilan. Pajak yang dibebankan terhadap petani dikurangi, terutama dalam masa paceklik. Para petani dapat membayar pajak dengan uang ataupun dari hasil pertanian mereka. Pembayaran pajak dengan menandatanagani surat perjanjian yang disebut sebagai Kabudiyat yang kemudian diberikan Patta atau akta tanah. Kebijakan ekonomi juga terlihat dari mata uang yang dikeluarkan oleh Sher shah Suri, dan system perdagangan yang dilakukan secara bilateral maupun multilateral.
Dalam bidang hukum, Sher Shah Suri mennggunakan hukum islam dalam mengambil kebijakan. Semua kasus pelanggaran bagi umat islam diberikan kepada Amin,  sedangkan bagi kalangan non-muslim diberikan kepada Kazi dan mir-e-dar untuk diadili dan diberikan kepada panchayat.
Sher Shah Suri memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Ketika perang terjadi, para tentara yang melewati dan menghancurkan pertanian ataupun mata pencaharian rakyat umum, penguasa menggantinya dengan ganti rugi yang sesuai. Dalam system keagamaan dan arsitektur, dia adalah penguasa yang sangat toleran. Sebagai penguasa, dia tidak membedakan rakyatnya dari segi suku, ras, maupun agama, melainkan dia menyatukannya dalam sebuah wadah untuk mencapai kemakmuran. Dia juga membangun berbagai macam pelayanan untuk umum, seperti jalan raya, tempat istirahat ditengah perjalanan dan pondok bagi umat Muslim dan Hindu. Dia juga mengangkat beberapa petinggi negara dari agama Hindu dan diberikan honorarium.

C.  Berakhirnya Masa Shah Suri dan Kembalinya Mughal
Kekuasaan Sheh Shah Suri di India berakhir pada tahun 1545 M. factor utamanya ialah tidak adanya penerus yang cakap seperti halnya Sheh Shah Suri. Anak-anaknya saling berebut kerajaan yang ditinggalakan oleh ayahnya sehingga kekuatan menjadi pecah.[14] Perpecahan ini memberikan jalan bagi orang luar untuk memaksimalkan dan menghancurkan kerajaan Suri.
Perpecahahn intern antar penguasa Suri  membuat Humayun kembali melihat celah untuk kembali mendapatkan wilayahnya yang telah hilang selam beberapa tahun. Pada tahun 1543, dia melarikan diri ke Persia karena serangan dari Sheh Suri. Di sana, dia meminta suaka politik dari penguasa Safawiyyah yang bernama Shah Thamasp.[15] Shah Thamasp memberinya suaka politik dengan satu syarat agar Humayun menyuruh rakyatnya untuk menerima ajaran Syi’ah.[16] Setahun kemudian, dia berhasil merebut kembal Qandahar dan Kabul, selanjutnya secara bertahap dapat mengembalikan kekuasaan Dinasti Mughal yang sempat diambilalih oleh Sher Shah Suri dan keturunanya. Dia mengembalikan kedaulatan Mughal, namun kematiannya mengecewakan akibat jatuh dari gedung perpustakaan Sher Mandal di Delhi.[17] Pada masa selanjutnya, dia digantikan oleh anaknya, Akbar Yang Agung, hingga Dinasti Mughal mencapai masa kejayaannya.
Kesimpulan
Warisan kekuasaan dari Zahiruddin Babur ke tangan Humayyun merupakan awal dari Dinasti Mughal. Humayyun menjabat sebagai penguasa di India, namun saudara-saudaranya melakukan pemberontakan terhadap dirinya. Mereka tidak menerima jika Humayyun menjadi penguasa tunggal Mughal. Pemberontakan terus berlanjut, hingga Sher Shah Suri mendapatkan kesempatan untuk menggulingkan kekuasaan Humayyun. Dia memberontak kepada Humayyun dan berhasil mengalahkan Humayyun. Namun pada masa sebelumnya, Sher Shah Suri menolak pemerintahan yang didirikan oleh Zahiruddin Babur, Mughal, hingga dia melakukan penolakan dan melawan Humayyun.
Pada masa pemerintahannya, dia mengeluarkan dekrit dan kebijakan bagi rakyatnya, setelah mengusir Humayyun dari India. Dia melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang, militer, ekonomi, hukum, dan lainnya. Dia menjadi penguasa yang sangat toleran terhadap umat non-muslim, bahkan dia adalah orang yang sanagt terbuka terhadap rakyatnya.
Kekuasaannya tidak bertahan lama karena adanya perpecahan intern di dalam keluarga Sher Shah Suri. Anak-anaknya tidak secakapa dirinya dalam memerintah, sehingga Humayyun dapat mengambil kembali wilayah kekuasaan yang pernah dikuasainya. Akhir dari kekuasaan Sherh Shah Suri sangat cepat, namun memiliki arti penting bagi rakyat India, terutama dalam hal toleransi beragama.

Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik (ed). dkk. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. 2. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.
al-Usairy, Ahmad, Terj. Samson Rahman. Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, Jakarta: Akbarmedia, 2010.
Karim,  M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.   
Kusdiana, Ajid Thohari dan Ading, Islam di Asia Selatan: Melacak Perkembangan Sosial-Politik Islam di India, Bangladesh, dan Pakistan, Bandung; Humaniora, 2006. 
Majmudar, R.C. (ed), An Advance HIstory of India, London, MacMillan and Co, 1948.
Nehru, Jawaharlal.  The Discovery of India,  London, Meredian Books, 1950.
Rizvi, Sayyid Athar Abbas, Religious and Intellectual History of The Muslim in Akbar's Reign, New Delhi : Munshiram Manoharlal, 1975.
Sudarwati, “Pengaruh Reformasi Sher Shah Suri Terhadap Pemerintahan di India”, Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga, 2004


[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 255.   
[2] Taufik Abdullah (ed), dkk. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. 2. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 282.
[3] Ibid., hlm. 281..
[4] Ajid Thohari dan Ading Kusdiana, Islam di Asia Selatan: Melacak Perkembangan Sosial-Politik Islam di India, Bangladesh, dan Pakistan (Bandung; Humaniora, 2006), hlm. 94. 
[5] Taufik, Ensklopedi Tematis…, hlm. 282.
[6] Ahmad al-Usairy, Terj. Samson Rahman. Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX.  (Jakarta: Akbarmedia, 2010), hlm. 444.
[7] Karim, Sejarah Perdaban…., hm 316-317.
[8] Sayyid Athar Abbas Rizvi, Religious and Intellectual History of The Muslim in Akbar's Reign (New Delhi : Munshiram Manoharlal, 1975), hlm.51.
[9] Sudarwati, “Pengaruh Reformasi Sher Shah Suri Terhadap Pemerintahan di India”, Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 46.
[10] Ibid., hlm. 47. 
[11] R.C. Majmudar (ed), An Advance HIstoory of India ( London, MacMillan and Co, 1948), hlm. 554. 
[12] Jawaharlal Nehru, The Discovery of India ( London, Meredian Books, 1950), hlm. 240-241. 
[13] Pegawai pemerintahan yang bertanggungjawab untuk memeriksa tentara, dan mengatur kuda-kuda perang.
[14] Karim, Sejarah, hlm. 316.
[15] Ibid., hlm. 316.
[16] Taufik, Ensiklopedi Tematis…., hlm. 283. 
[17] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar